I was recently in San Diego, California on business, an what a town! I have nothing but good things to say about this great city.
Ivan Pratama
Rabu, 21 Januari 2015
Cara KPK Gugurkan Pra Peradilan Komjen Budi Gunawan

VIVA.co.id - Komisaris Jenderal Budi Gunawan mengajukan praperadilan terhadap penetapan tersangkanya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus gratifikasi dalam jabatannya sebagai Kepala Biro Pembinaan Karir Polri dan jabatan-jabatan lainya.
Mantan Ketua Komisi III DPR Gede Pasek Suardika mengatakan, upaya pra peradilan yang diajukan Budi Gunawan akan gugur, kalau proses hukumnya di KPK dilimpahkan ke penuntutan.
"Praperadilan akan gugur kalau kasus sudah dilimpahkan," kata Pasek, saat dihubungi, Rabu 21 Januari 2015.
Pasek melihat, ada upaya KPK untuk menggugurkan proses praperadilan yang diajukan Komjen Budi Gunawan ini. Salah satunya dengan segera menuntaskan kasus tersebut dan melipahkannya ke tahap penuntutan.
"KPK akan berusaha kerja keras segera menuntaskan kasusnya sebelum putusan sidang praperadilan sehingga gugatan itu gugur oleh daluwarsa. Keuntungannya, kasusnya cepat disidang," kata anggota DPD RI ini.
Dia melihat, memang saat ini ada upaya untuk mempercepat pelimpahan kasus Budi Gunawan ini. Yakni dengan maraton melakukan pemanggilan saksi-saksi terkait.
"Sekarang saja kasus Hadi Purnomo, Jero Wacik, Sutan Bhatoegana dan lain-lain banyak mandek. Kecepatan KPK dilihat dari pemanggilan yang dikebut dibandingkan kasus-kasus lainnya," jelas politisi Partai Demokrat ini.
Menurutnya upaya praperadilan yang dilakukan Komjen Budi Gunawan adalah upaya yang sehat secara hukum. Karena memang di situlah ruangnya. Dia melihat, Budi akan membidik soal status tersangka terhadap dirinya tanpa ada pemeriksaan alat bukti saksi terlebih dahulu.
"Apalagi ini bukan OTT (Operasi tangkap tangan). Padahal dalam OTT saja KPK masih periksa dulu 1x24 jam baru jadi tersangka," ujar Pasek.
Termasuk, lanjut Pasek, Budi Gunawan juga bisa menggugat soal kolektif kolegial dari pimpinan KPK. Seperti diketahui, saat ini KPK hanya dipimpin oleh 4 orang atau tidak ada 1, setelah DPR memutuskan mengangkat pimpinan KPK secara bersamaan 5 orang pada Desember 2015 nanti.
"UU No.30 tahun 2002 tentang KPK mengadakan jumlah limit aktif lima orang. Bukan dengan kalimat sebanyak-banyaknya lima orang. Sehingga jumlah itu harus dipenuhi utuh," ucapnya
Divisi Hukum Mabes Polri, akan mendampingi Komjen Budi Gunawan dalam mengajukan gugatan pra peradilan kepada KPK terkait penetapannya sebagai tersangka. Budi akan mempersoalkan pasal gratifikasi yang disangkakan KPK kepada dia.
Status tersangka dari KPK membuat pencalonan Budi sebagai Kapolri saat ini terjegal, walau dijadikan calon tunggal oleh Presiden Joko Widodo dan telah disetujui oleh DPR. Jokowi memutuskan menunda pelantikan Budi hingga proses hukumnya di KPK selesai dan, untuk sementara, Wakil Kepala Polri, Badrodin Haiti, ditunjuk jadi pelaksana tugas Kapolri.
"Bantuan ditangani langsung oleh Divkum Mabes Polri, yang punya
kewenangan memberikan bantuan kepada polisi aktif," kata Kadiv Humas
Polri, Irjen Ronny F. Sompie, Selasa 20 Januari 2015.
Fahira Idris DPD Minta Menteri Anies Buat Kurikulum Asyik

Liputan6.com, Jakarta Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Fahira Idris mengaku mendapat banyak SMS dan email dari berbagai daerah, terutama dari para orang tua. Mereka menginginkan ada formulasi kurikulum yang mampu menghadirkan proses belajar mengajar menjadi asyik dan menyenangkan.
Penghentian Kurikulum 2013 oleh Menteri Kebudayaan, Pendidikan Dasar, dan Menengah (Menbuddikdasmen) Anies Baswedan, menurut Fahira, membuat sekolah di Indonesia saat ini tidak punya kurikulum yang seragam.
Walau sudah dihentikan, lanjut dia, Kurikulum 2013 masih diterapkan di 6.221 sekolah yang sudah menerapkan kurikulum ini selama 3 semester sebagai percontohan. Sedangkan 211.779 sekolah kembali menerapkan Kurikulum 2006.
"Harapan saya, kondisi seperti ini (ada 2 kurikulum yang diterapkan) jangan terlalu lama berlangsung. Kami (DPD) meminta Menbuddikdasmen Anies Baswedan segera memformulasikan kurikulum agar peserta didik bisa menikmati proses belajar mengajar dan tentunya yang setara dan berkualitas," ujar Fahira dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (29/12/2014).
Menurut Wakil Ketua Komite III DPD yang salah satu bidangnya adalah mengurusi pendidikan ini, salah satu persoalan mendasar pendidikan Indonesia adalah kualitas guru. Oleh karena itu kurikulum ke depan harus menjawab persoalan peningkatan kualitas guru.
"Jika ingin mengubah wajah pendidikan kita, bukan melulu soal mengganti kurikulum, tetapi bagaimana melatih guru agar mampu membuat proses belajar mengajar menjadi asyik dan menyenangkan," kata Fahira.
Selain guru, dalam setiap perumusan kurikulum, peserta didik harus didengar aspirasinya. Hal ini menjadi penting karena para guru dan peserta didiklah yang menjadi aktor utama penerapan kurikulum. Salah satu alasan seringnya pergantian kurikulum di Indonesia adalah karena nilai peserta didik di Indonesia di tingkat internasional dianggap rendah. Padahal anak-anak Indonesia pintar.
"Lihat saja, setiap ada olimpiade matematika, fisika, sains tingkat dunia, anak-anak kita selalu dapat medali emas. Artinya, perlu guru yang berkualitas untuk mengajari anak-anak kita yang pintar. Mau tiap tahun ganti kurikulum, kualitas pendidikan kita tidak akan maju selama kualitas guru tidak ditingkatkan. Saya yakin jika pemerintah fokus melatih guru, kualitas pendidikan kita akan melesat maju," ujar Senator asal DKI Jakarta ini.
Satu lagi yang paling penting dalam penerapan kurikulum, tambah Ketua Yayasan Anak Bangsa Berdaya dan Mandiri ini, adalah kesiapan guru-guru di daerah terutama di daerah tertinggal, terluar, dan terdepan.
"Saya berharap penyempurnaan kurikulum ke depan sesuai fakta dan realitas daerah-daerah di Indonesia. Idealnya turunnya dulu ke lapangan baru kurikulum dirumuskan. Jangan pakai kacamata Jakarta atau daerah lain yang infrastruktur pendidikannya sudah maju. Sehingga kurikulum bisa jadi solusi bukan malah jadi masalah baru. Saya pribadi yakin Menteri Anies punya terobosan membenahi wajah pendidikan kita," ucap Fahira
Mendikbud : "Kita Masih Punya Banyak Stok Anak Muda Hebat"
Jakarta, 19 Januari 2015--Pemerintah pada tahun ini membuka keran formasi CPNS guru untuk ditempatkan di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T). Sebanyak seribu formasi disediakan untuk mengisi kekurangan guru di daerah 3T.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan mengapresiasi langkah generasi muda Indonesia yang bersemangat mendidik di daerah 3T. Pendidikan, kata dia, memang harus menjadi gerakan di mana semua orang diajak terlibat sesuai dengan kapasitas masing-masing.
"Kesiapan mereka untuk mendidik saudara-saudara sebangsa di pelosok Tanah Air membuktikan bahwa kita masih punya sangat banyak stok anak muda hebat dan menunjukkan bahwa orang tua, serta sekolah tetap berhasil memunculkan generasi yang siap mengabdi untuk bangsa, " katanya di Kemdikbud, Jakarta, Senin (19/01/2015).
Berdasarkan data panitia, jumlah peserta yang melamar sebanyak 1.481 orang. Mereka akan mengikuti ujian yang digelar pada 19-20 Januari 2015. Ujian digelar di sejumlah universitas di antaranya Universitas Negeri Jakarta dan Universitas Pendidikan Indonesia.
Formasi ini disediakan khusus bagi para peserta program Sarjana Mendidik di Daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (SM-3T), yang telah mendidik selama satu tahun di sekolah di daerah 3T. Untuk dapat mengikuti seleksi, mereka juga harus telah lulus Pendidikan Profesi Guru (PPG).
Menteri Anies menyebutkan, peserta yang lulus seleksi akan diangkat menjadi CPNS daerah dengan jabatan tenaga fungsional guru dan ditempatkan di salah satu dari 29 kabupaten di daerah 3T.
Pengalaman mengajar para peserta ujian yang sebelumnya telah mengikuti program SM3T tidak menyurutkan semangat mereka dalam mendidik. Sebaliknya, jiwa mereka semakin menggelora untuk dapat memberikan yang terbaik demi pendidikan yang berkualitas di Tanah Air. Bahkan, mereka juga rela tinggal jauh dengan keluarga.
"Keluarga mendukung saya untuk merantau. Di sana saya punya keluarga baru," kata Bekti Agiemellia, salah satu peserta ujian, usai mengikuti tes di UNJ, Senin (19/01/2015).
Alumni UNJ Jurusan Fisika ini adalah Peserta program SM3T. Dia pernah mendidik selama satu tahun di sekolah satu atap di Kupang, NTT.
Perwakilan Dinas Pendidikan Provinsi Nusa Tenggara Timur saat berkunjung ke kantor Kemdikbud beberapa waktu lalu juga menyatakan keinginannya untuk merekrut para alumni SM3T menjadi guru di daerahnya.
Selain formasi CPNS guru untuk daerah 3T, pada tahun ini pemerintah juga membuka formasi CPNS bagi putra/putri terbaik yang lulus sarjana maupun master dengan predikat cum laude dan summa cum laude untuk ditempatkan di berbagai instansi pemerintah.
Setelah UN Berubah Wujud…

KOMPAS.com - Akhirnya, pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, menyatakan, ujian nasional tidak lagi sebagai penentu kelulusan, melainkan digunakan sebatas sebagai pemetaan. Ujian nasional yang semula dipandang menyeramkan oleh peserta didik dan guru pun berubah wujud.
Di dunia pendidikan, perubahan konsep dan fungsi ujian nasional (UN)—meskipun nama UN tetap digunakan—yang diumumkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan beberapa waktu lalu merupakan keputusan besar di bidang pendidikan. Boleh jadi, banyak orang berpikir, ”yang namanya bersekolah tentu ada ujian”. Lebih lanjut, ujian tentu diperlukan untuk mengevaluasi perkembangan hasil belajar peserta didik.
Namun, ketika ujian nasional memiliki hak terlalu istimewa layaknya hak ”veto” dalam menentukan kelulusan peserta didik, hal itu menuai kontroversi. Apalagi, ketika ujian nasional diterapkan secara massal, seragam, dan terstandar di tengah keragaman Indonesia, termasuk dalam soal fasilitas dan ketersediaan sumber daya manusia pendidikan.
Dunia dengan masyarakat yang kian modern memang mencintai segala jenis standar yang berciri, antara lain dapat diukur, seragam, dan diterima lintas tempat dan waktu. Peningkatan standar kerap menjadi indikator kemajuan, termasuk ujian nasional yang bagi pemerintah dapat menjadi tolok ukur kemajuan pendidikan Indonesia.
Tidak adil
Akan tetapi, para pendidik tidak lantas mengamini hal itu. Standardisasi pada akhirnya memunculkan persoalan dan menimbulkan masalah ketidakadilan baru. Daerah yang tertinggal dalam infrastruktur dan sumber daya manusia harus melewati palang standar nasional dan mereka yang paling berisiko terpental keluar dari ”arena pertandingan”.
Selain itu, muncul moral hazard di kalangan pendidik dan murid. Ujian nasional seolah-olah menjadi kunci untuk menentukan kemajuan dan akses seseorang untuk menempuh pendidikan lebih tinggi karena perannya sangat penting dalam menentukan kelulusan.
Akibatnya, muncul kasus kecurangan di mana-mana. Bahkan, kecurangan yang didukung oleh guru, sekolah, dan aparat pemerintahan daerah yang menginginkan tingginya persentase murid yang lulus ujian. Lantas murid pun menjadi sebatas angka-angka statistik indikator. Wajah dan sosok murid menghilang dalam kepentingan-kepentingan lebih besar.
Dinamika belajar mengajar di dalam kelas pun berubah. Karena tagihan di masa akhir belajar berupa ujian nasional sangat menentukan, maka seluruh energi pun dicurahkan dalam upaya mengasah kemampuan menjawab soal-soal ujian nasional yang umumnya bersifat pilihan ganda. Tradisi drilling dengan melahap puluhan bahkan ratusan soal seusai jam sekolah dan berbagai tips atau jalan pintas menjawab soal pun muncul, sesubur tumbuhnya bimbingan belajar yang menawarkan jurus untuk lulus ujian nasional.
Bakat, minat, potensi individu pun rawan terbenam oleh tujuan lulus ujian. Sejak duduk di kelas III SMP atau SMA, bahkan sejak masuk tahun ke-2, murid sudah mempersiapkan diri untuk ujian nasional.
Yang paling dikorbankan dalam proses belajar mengajar modeldrilling ialah kemampuan analisis dan literasi. Padahal, kemampuan membaca dan menulis serta bahasa merupakan modal dasar individu belajar beragam ilmu lain.
Langkah besar
Itu sebabnya, ketika ujian nasional disebutkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan hanya sebagai pemetaan dan bukan penentu kelulusan, sebetulnya merupakan sebuah langkah besar. Sekolah dan guru yang dipandang sebagai orang-orang yang paling paham perkembangan belajar anak diberi keleluasaan menentukan kelulusan.
Harapannya, segala potensi murid dan sekolah yang selama ini ”terbelenggu” oleh tagihan ujian nasional disehatkan kembali. Tentu saja ada catatan penting bagi sekolah dan guru, yakni terkait kemampuan mereka mengevaluasi siswa dan paling penting ialah kejujuran. Anies sempat mengingatkan para guru agar jujur dalam melaporkan hasil evaluasi anak didiknya.
Selain itu, keputusan mengubah konsep ujian nasional semestinya merupakan kesempatan bagi dunia pendidikan untuk kembali kepada inti penting pendidikan, yakni pemberdayaan manusia. Pakar pendidikan HAR Tilaar dalam bukunya Kebijakan Pendidikan menyatakan dengan tegas, tugas lembaga pendidikan ialah memfasilitasi agar perkembangan bakat dan kemampuan peserta didik dapat berjalan sebagaimana mestinya dengan bantuan pendidik.
Pemberdayaan berarti menghormati pribadi manusia yang disebut peserta didik. Bakat dan kemampuan tiap anak berbeda sehingga harus dihargai dan diapresiasi. Selayaknya mengabdikan diri untuk kepentingan peserta didik merupakan panggilan hati para pendidik. (Indira Permanasari)
Menkumham: Ada 133 Terpidana Mati Masih di Lapas
Liputan6.com, Jakarta - Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly mengungkap, saat ini ada 133 terpidana mati yang belum dieksekusi. Hingga kini mereka masih mendekam di beberapa lembaga pemasyarakatan (Lapas).
"Kami mau menyampaikan saja untuk informasi, jumlah terpidana mati di lapas kita ada 133 terpidana," kata Yasonna di ruang rapat Komisi III DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (21/1/2015).
Ia menjelaskan, dari 133 terpidana mati tersebut sebanyak 57 orang terkait kasus narkotika, 2 terpidana mati terkait kasus terorisme, serta 74 terpidana mati terkait kasus pidana umum.
Kejaksaan Agung telah mengeksekusi 6 terpidana mati terkait kasus narkoba, Minggu 18 Januari kemarin, dan 5 di antaranya warga negara asing (WNA).
Jaksa Agung HM Prasetyo mengatakan, eksekusi terhadap para terpidana mati akan terus dilakukan oleh Kejaksaan Agung meskipun mendapat kecaman dari Amnesty Internasional, maupun negara-negara sahabat yang warganya terancam dan bahkan telah dieksekusi mati oleh pemerintah Indonesia.
"Kalau semuanya sudah beres. Kita lihat nanti. Kita tidak ingin sedikitpun ada lubang kelemahan kita," kata HM Prasetyo di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Senin 19 Januari 2015.
Namun, ia tidak menjelaskan secara detail terkait pelaksanaan eksekusi mati yang akan dilakukan dalam berapa gelombang untuk setiap tahunnya. Dalam setahun Kejaksaan Agung mempunyai kuota mengeksekusi sekitar 10 sampai 15 terpidana mati.
"Ya nanti kita lihat dulu, nanti ada eksekusi lagi (tahun ini)," ungkap Prasetyo. (Mut)
Langganan:
Postingan (Atom)